Gambaran
kejiwaan negarawan sejati, mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak
hanya memiliki kesadaran theolgis, lebih dari itu memiliki kesadaran
kosmik. Kesadaran yang selaras dan seimbang antara jagad kecil (
mikrokosmos ) dan jagad besar ( makrokosmos ), keselarasan antara
rakyat dengan pemimpinnya (manunggaling kawula kalawan gusti), dan
keselarasan jiwa manusia dengan nilai ketuhanan ( manunggaling kawula
Gusti atau roroning atunggil/dwi tunggal ). Pencapaian keadaan itu dapat
dirasakan sebagai suasana yang tenang, damai, riang, bahagia. Saling
memberi, saling menebarkan aura kasih-sayang. Terpancarlah nilai-nilai
kebaikan dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Kebaikan akan meretas
kebaikan pula.
Dalam
diri pribadi, keadaan positif ini memicu produksi hormon-hormon
melatonin & endorfin, yang bekerja untuk melipatgandakan
ketenangan, ketrentaman dan kebahagiaan. Begitulah seterusnya. Hiup
menjadi lebih tenang, tidak kelebihan hormon adrenalin yang akan membawa
kepada sikap kagetan dan gumunan, raksioner dan frontal, gelisah,
geram dan emosional.
Tipikal seorang negarawan sejati yakni merdeka dari pengaruh hegemoni
lymbic. Saya sebut pula sebagai pemimpin yang nuruti kareping rahsa.
Dalam terminologi falsafah Jawa disebut sebagai kodok kinemulan ing
leng, atau wit ing sajroning wiji. Jiwa yang tuntun oleh
sukma-sejati/roh kudus/ruh al quds, di bimbing oleh rasa
sejati/sirrulah, di sinari oleh cahyo sejati/nurullah, dan pada akhirnya
menjadi jiwa raga yang di hidupkan oleh atma sejati/chayyu/kayun yakni
energi yang menghidupkan.
Mereka
itulah adalah sosok negarawan sejati. Pribadi yang tidak lagi
terkooptasi oleh kelompok kepentingannya sendiri. Tidak mewakili dan
mengatasnamakan kepentingan dan warna politik, golongan, dan kelompok
tertentu. Negarawan mengatasi kepentingan seluruh warga bangsa, atau
mengutamakan kepentingan umum. Perilaku dan perbuatan pribadi negarawan
sejati tidaklah egois, sebaliknya bersikap altruis mempersembahkan
hidupnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsanya di atas
kepentingan-kepentingan lainnya ( berkah bagi alam/rahmatan lil alamin
). Kursi kekuasaan bukan menjadi tujuan, melainkan sebagai sarana atau
alat menciptakan kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan bersama.
Biarpun
tidak sedang menduduki jabatan, seorang yang berjiwa negarawan sejati
memiliki tabiat perilaku yang konsisten. Arif dan bijaksana, mampu
ngemong diri pribadi sebelum bertanggungjawab ngemong orang banyak
sehingga tak ada bedanya saat sebelum dan sesudah menduduki tampuk
kekuasaan. Kehidupan ini dijalani dengan sikap profan apa adanya, tidak
mengada-ada, antara solah atau perilaku badan dengan bawa atau perilaku
batin tidak berbenturan satu sama lain ( munafik ). Selalu eling akan
sangkan paraning dumadi, dan waspada atas segala hal yang dapat menjadi
penghalang kemuliaan dirinya.
Seorang
negarawan sejati berani sugih tanpa bondo, nglurug tanpa bala, menang
tanpa ngasorake. Menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya dengan
dasar rasa welas asih, welas tanpo alis, belas kasih kepada siapa saja
tanpa pilih kasih, dan tanpa pamrih kecuali sebagai bentuk netepi
titahing Gusti, mengikuti afngal atau sifat Tuhan yang Maha Pengasih
dan Penyayang tanpa pernah pilih kasih !! Negarawan memanfaatkan
kewenangannya sebagai alat atau sarana laku prihatin yakni dengan tapa
ngrame. Laku tapa, tapaking hyang suksma. Menjadi pribadi kosmologis,
perilakunya selaras, harmoni dan sinergi dengan kodrat alam.
Kesadarannya bukan hanya kesadaran theologis dogmatis saja, namun sudah
menggapai kesadaran kosmologis yang berada dalam wilayah kesadaran
hakekat.
Pastilah
berkah Tuhan akan selalu berlimpah ruah, sumrambah dateng tiyang
kathah, mampu merubah segala musibah menjadi anugrah. Kalis ing rubeda,
nir ing sambekala. Itulah konsep keadilan dan kemakmuran suatu negeri,
akan datang bilamana pemimpinnya adalah sosok pribadi yang jumeneng
satria pinandita sinisihan wahyu. Siapapun bisa melakukan asal memiliki
kehendak ( political will ) dan bertekat bulat ibarat melakukan semedi
di “alas ketangga” ( keketeg ing hangga ) yakni dengan tekat bulat
meliputi jiwa dan raga.
Figur
negarawan sejati, menjadikan dirinya seperti medan magnet positif yang
akan menebarkan dan menarik segala hal yang positif, dan rumus ini
berlaku pula sebaliknya. oleh sebab itu tidaklah sulit bagi negarawan
sejati, bila selama masa kepemimpinannya akan menyebarkan benih-benih
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya. Menjadikan rakyatnya merasa
benar-benar menjadi tuan di istananya sendiri. Bagi negarawan sejati,
apa yang diucap akan terwujud ( sabda pandita ratu ), dan apa yang
diucapkan segera terlaksana ( idu geni ). Siapapun dapat menghayati dan
membuktikan sendiri.
Karena
Negarawan sejati bukan hanya monopoli seorang presiden, raja, atau
perdana menteri saja. Tetapi bisa dilakukan oleh siapapun orangnya ;
gubernur, bupati, camat, lurah, ketua RW/RT. Setiap orang pada dasarnya
adalah pemimpin, minimal menjadi pemimpin buat dirinya sendiri, dan
keluarganya.
Kiranya tidaklah mengada-ada, apabila telah diisyaratkan oleh para
leluhur kita di masa lampau, bahwa negeri ini akan mencapai kejayaannya
kembali, menjadi negeri yang adil, makmur, gemah ripah loh jinawi, hanya
pada saat mana dipimpin oleh figur Ratu Adil. Berarti pula memiliki
kiasan sebagai pribadi-pribadi yang gandrung keadilan dan sistem
ekonomi-politik yang adil. Dan siapa pun anda ? bisa menjadi figur ratu
adil apabila anda memiliki kemauan sungguh-sungguh yang anda tetapkan
mulai hari ini.
0 komentar :
Posting Komentar
Silahkan berikan tanggapan atau komentar atas artikel - artikel yang telah di posting pada halaman ini dengan sopan dan bijaksana ...