Kakang Mpu Ngeksiganda nguni wus wedar pitutur dawuhipun sang linuhung Kanjeng Suhunan Kalijaga bab kanang dhuwung, prabot, dapur, busana makna murad rahsanipun ... Ini adalah ajaran Sunan Kalijaga jadi lebih ada nuansa Islam dalam pemaknaan-nya : Istilah makna berarti makna, arti dan maksud. Murad menurut kamus berarti keterangan arti. Sedang rahsa berarti rahasia. Dalam pengartian umum rahsa sering diartikan sebagai air Mani.
- Pinurwa kang aran Ganja punika kang luwih luhur satuhu-tuhune amung Allah Subhanahu Wa Ta'ala Tutuping Allah njeng Rasul, Nabi nayakeng bawane kakasihira Hyang Agung , Mangka nglahiraken tandhanya Gusti lan kawulanipun Loro-lorone sawujud lamun ingaran satunggal lan kekalih estunipun . Ganja,hanya Allah Subhana Wa Ta'ala paling luhur, kanjeng Rasul tutupnya Allah ( nabi penutup ), nabi pemimpin dunia serta kekasih Hyang Agung. Keduanya merupakan tanda ( keberadaan ) Gusti dan Kawulanya. Keduanya satu wujud. Disebut satu tapi sebenarnya dua. Disebut dua nyatanya satu.
- Sirah Cecak kang winarna satuhune Baetal Makmur , sirahe manungsa niku werdine sasana nira parameyan wijilipun sipat eling-e manungsa. Sirah cecak : adalah Baetal Makmur atau kepala manusia.Artinya, situlah asal mula segala kesenangan dan ingatan manusia.
- Tikel Alis ginupita nepsu tri prakara estu , Darana ingkang rumuhun mila ingkang kalihira maklum kaping tiganipun yeku Nepsuning kang manah Maknawi - Suci - Rayahu . Tikel Alis : mengiaskan tiga nafsu hati agar suci dan selamat ( rahayu ), yakni sabar,rela dan maklum.
- Sekar kacang maknane Gunung Tursina satuhu kang ngawruhi lakunipun lumebu metuning napas kang ana irung, dadya tanda-ning kawula kelawan Gusti. Sekar Kacang : artinya Gunung Tursina yang mengetahui keluar masuknya nafas melalui hidung, merupakan tanda adanya Kawula dan Gusti.
- Lambe Gajah kang winarni sejatinipun Lesan kita satuhu Insan Kamil dunungira pangandikaning Hyang Agung asipat rupa sanyata yeku sabda " Kun Fayakun " . Lambe Gajah : sebenarnya mulut kita, merupakan tempatnya 1nsan Kamil, tempat pengucapan Hyang Agung menjadi kenyataan, yaitu sabda Kun Fayakun.
- Mangkya Greneng wujudira Aksara DHA - DHA satuhu myang aksara MA punika Werdine panggonan pejah sa'jeroning dadani-reku mokal kalamun medal ngauripi kalamun lampus. Greneng : berupa huruf (Jawa) DHA , Greneng : berupa huruf MA, artinya di-DHADHA-lah tempatnya MA-ti (kematian), mustahil jika mati mengeluarkan hidup.
- Gandik tegesira punika woting jejantung ingkang kawasa satuhu mahanani lan dumadiya ing careming manungseku datan liyan asalira yekti saking jantung punika. Gandik : artinya titian jantung yang mampu menimbulkan lahirnya napsu birahi manusia
- Sogokan ingkang winarna manjing purusing jameku ambuka warananipun punang hawa nawa sanga , tingal , karna , lawan irung , tutuk , tanapi jaleran , kanang sulbi jangkep-ipun . Sogokan : artinya di dalam purus ( sumbu tiang ) manusia mampu membuka tabir 9 lubang hawa nafsu, yaitu : mata (2) , telinga (2), hidung (2), mulut (l), zakar (l) dan rahim ( kemaluan wanita ).
- Bawang sabungkul winarna baga purana satuhu Baetal Mukadas pinuka omah eng-goning pasucen. Bawang sebungkul mengiaskan kemaluan wanita ( rahim ), yakni tempatnya Baetal Mukadas atau tempat pesucian manusia.
- Sraweyan gantya winuwus iku werdine musibat kang karan sajati-nipun. Sraweyan : artinya musibah atau murka Tuhan.
- Kruwingan werdinira pawakan kita puniku kudu winangut aturut ingkang supaya prayoga . Kruwingan : maksudnya sosok tubuh kita agar selalu ditata dan dipatut yang baik supaya pantas( serasi ).
- Pasikutan kang cinatur werdi luwesing manungsa tandang kita aywa kidhung lawan kudu sumurupa pasemon liyanipun. Pasikutan : artinya keluwesan manusia, artinya tingkah laku kita hendaknya jangan kaku dan tanggap atas kias ( pasemon ) yang diberikan oleh orang lain.
- Mangkya pejetan cinatur iku driji jempol kita kang kawasa nyangga bakuh ing karya nglantari marang kauripan kita estu . Pejetan : artinya ibu jari kita yang mampu menyangga dengan kuat pekerjaan dalam penghidupan.
- Wadidhang ingkang winarna sikil kita wedaripun kang miseseng badan ulun gatya. Wadidang : maksudnya kaki kita yang menguasai tubuh kita.
- Tungkakan winarna,karep e manungsa estu pan ora kena kasoran lumuh asor kudu unggul. Tungkakan : maksudnya kemauan manusia itu tidak boleh kalah dengan kemauan yang mau menang sendiri.
- Kepet mangkya pinarceka talapakan kita iku pat-upat manungseku mangkya. Kepet : artinya telapakan kita sebagai tali cambuk manusia.
- Jalen werdinira, Urip kita kya kalimput tinartamtu mulih sira maring Hong kang jinarwa. Jalen : artinya hidup kita jangan sampai terpukau, kita pasti kemhali ke asalnya Tuhan.
- Waja mangkya kang jinarwa iyeku aran babalung manjing kasantosan ingsun. Waja ( baja ) : adalah tulang yang memperkuat tubuh kita.
- Wesi iku daging kita sajrone ning donya-nipun . Wesi ( besi ) : artinya daging kita selama kita hidup di dunia.
- Serating wesi winarna manjing ing kulitan-nipun . Seratnya besi : artinya kulit kita.
- Mangkya pamor ginupita iku otot bayuningsun sajatine cahaya Nur Buwah kang gumilang-gilang ana ing wadana mancur pratandhaning gesang kita suci trus wening satuhu . Pamor : artinya di dalam otot bayu kita memancar cahaya Nur Buwah, menandakan bahwa hidup kita bener-benar suci.
- Pesi ingkang tinarbuka apan puser werdinipun minangka kahanan tuhu ing tyas sanubari kita . Pesi : artinya pusar, merupakan keadaan dalam hati kita yang sebenarnya.
- Kodhokan pungkasanipun tandhaning pangrungu kita kang patang prakara gadug. Kodhokan : artinya pendengaran kita tentang 4 hal.
Pamor keris boleh rontok, besi keris bisa saja terkikis aus karena usia, dan wrangka keris bisa saja rusak karena jaman, tetapi pemahaman atas sejarah dan filosofi sebilah keris akan selalu hidup dalam hati dan pikiran kita dan akan kita turunkan pada generasi selanjutnya .......
Melihat keris sama halnya dengan melihat wayang. Keleluasaan pemahaman dan pengertian mengenainya tergantung luasnya cakrawala dan pengalaman hidup orang tersebut terhadap hidup dan kehidupan. Jadi tergantung kepada “ kadhewasaning Jiwa Jawi ” – kedewasaan orang dalam berfikir dan bersikap secara arif dan bijaksana. Semakin orang itu kaya pengalaman rohani – semakin kaya pula ia mampu menjabarkan apa yang tertera di dalam sebilah keris.
Pada mulanya, di saat manusia jawa ada pada peradaban berburu, keris adalah alat berburu ( baca: mencari hidup ). Kemudian ketika manusia mulai menetap dan bersosialisasi dengan sesamanya, keris menjadi alat untuk berperang ( baca : mempertahankan hidup ). Lebih lanjut lagi setelah tidak lagi diperlukan perang dan manusia mulai berbudaya, keris pun menjadi senjata kehidupan ( baca: tuntunan hidup ). Yaitu senjata untuk mengasah diri menjadi orang yang lebih beradab dan berperiperadaban hingga mencapai penyatuan diri dengan Penciptanya. Hal ini sangat nyata ditunjukkan dalam lambang-lambang yang mengemukan pada ricikan-ricikan keris.
Ilmu keris adalah ilmu lambang. Mengerti dan memahami bahasa lambang mengandalkan peradaban rasa ( sense ) – bukan melulu kemampuan intelektual. Jadi adalah keliru jika memahami keris secara dangkal sebagai sebuah benda yang berkekuatan magis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris dianggap mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar, baik dan seimbang.
Dan bagi orang jawa, hidup ini penuh pralambang yang masih samar-samar dan perlu dicari dan diketemukan melalui berbagai laku, tirakat maupun dalam berbagai aktivitas sehari-hari manusia jawa, misalkan dalam bentuk makanan ( tumpeng, jenang, jajan pasar,dsb ), baju beskap, surjan, bentuk bangunan ( joglo, limas an, dsb ) termasuk juga keris.
Di dalam benda-benda sehari-hari tersebut tersembunyi sebuah misteri berupa pesan dan piwulang serta wewler yang diperlukan manusia untuk mengarungi hidup hingga kembali bersatu dengan Sang Pencipta.
Siratan-siratan laku, tirakat, doa, harapan, cita-cita restu sekaligus tuntunan itu diwujudkan oleh para leluhur Jawa dalam wujud sebuah senjata. Senjata bukan dilihat sebagai melulu wadag senjata ( tosan aji ) melainkan dengan pemahaman supaya manusia sadar bahwa senjata hidup dan kehidupan adalah sebuah kearifan untuk selalu mengasah diri dalam olah hidup batin.
Oleh karena itu orang Jawa menamakan keris dengan sebutan Piyandel – sipat kandel, karena memanifestasikan doa, harapan, cita-cita dan tuntunan lewat dapur, ricikan, pamor, besi, dan baja yang dibuat oleh para empu dalam laku tapa, prihatin, puasa dan selalu memuji kebesaran Tuhan. “ Niat ingsun nyebar ganda arum. Tyas manis kang mantesi, ruming wicara kang mranani, sinembuh laku utama ”. Tekadku menyebarkan keharuman nama berlandaskan hati yang pantas ( positive thinking ), berbicara dengan baik, enak didengar, dan pantas dipercaya, sembari menjalankan laku keutamaan.
0 komentar :
Posting Komentar
Silahkan berikan tanggapan atau komentar atas artikel - artikel yang telah di posting pada halaman ini dengan sopan dan bijaksana ...